Rating

September 8, 2015 at 2:27 pm 2 komentar

Dianing Widya, Novelis dan Pegiat Sosial @dianingwy

TAK ada yang abadi selain perubahan. Karenanya sepanjang  usia peradaban selalu ada perubahan.  Tak terkecuali perilaku manusia serta produk-produk benda yang seolah ada demi memenuhi kebutuhan manusia terkini. Tanpa benda-benda (duniawi) hidup manusia terasa terpinggirkan. Sebab, berbagai benda itulah cara manusia berkomunikasi kepada yang lain tentang siapa dirinya.

 

Perubahan perilaku dan kebutuhan itulah akhirnya dimanfaatkan industri untuk menciptakan suatu produk. Lalu masyarakat dengan sukacita menerimanya, bahkan merayakannya. Salah satu bentuk budaya media itu adalah televisi. Tanpa televisi rumah terasa sepi. Maka segala cara dilakukan oleh keluarga pra sejahtera sekali pun untuk memilikinya.

 

Sebuah riset menunjukkan, di seluruh dunia ada 3,5 miliar jam dihabiskan guna menonton televisi (Kubey dan Csikszentmihalyi,1990: 1). Orang Inggris misalnya, akan mengggunakan sepertiga waktu terjaganya untuk melihat televisi. Sementara orang Amerika rata-rata akan menghabiskan waktunya di depan televise dua kalinya. (Allen, 1992: 13).

 

Pada awal perkembangannya, televisi membawa kebaikan bagi penonton/masyarakat. Ia menghadirkan informasi ke ruang keluarga. Namun belakangan, ketika tangan-tangan industri begitu mendominasi dan mengalahkan fungsi idealnya sebagai saluran informasi, televisi pelan-pelan menjadi monster. Terutama bagi anak-anak dan remaja. Sebab, yang hadir tidak lagi informasi, tapi “mimpi-mimpi”.

 

Televisi menjadi ruang bagi anak-anak maupun remaja menemukan hero-hero mereka: kaya, ganteng atau cantik,  glamour, elitis, licik, pandai berkelahi, suka balapan, dan seterusnya. Pada sisi lain, ada pula sosok-sosok yang teraniaya, terdiskriminasi, terlecehkan, dan seterusnya.  Televisi kerap menampilkan karakter yang menjungkirbalikkan sifat/kepribadian orang timur.

 

Lihatlah sejumlah tayangan di televisi, terutama sinetron dan beragam acara komedi, jalinan cerita seringkali ngawur, tak masuk akal serta jauh dari realitas sosial. Belum lagi tayangan-tayangan yang beraroma pergunjingan dengan pembawa acara yang nyinyir.

Lebih mengenaskan lagi adalah acara yang isinya bully-bully-an.Seolah membully bukan bagian dari kekerasan. Seolah televisi ingin mengajarkan: beginilah caranya membuly.

 

Jadilah tayangan di televisi tak punya tujuan jelas, apalagi semangat mendidik masyarakat. Sebab terlalu menghamba pada rating. Celakanya, masyarakat tak punya otoritas untuk ikut menentukan program-program dalam televisi. Masyarakat tak punya daya tawar untuk memilih.  Masyarakat dikondisikan oleh industri televisi dengan pertimbangan rating. Ini “jimat sakti” para pengelola televisi untuk “semena-mena” terhadap penontonnya. Mereka menganggap masyarakat adalah objek yang pasif.

 

Sebagian masyarakat memang berhasil dininabobokan dalam tayangan-tayangan itu. Mereka larut. Namun, sesungguhnya, mereka tidak punya pilihan untuk menonton tayangan lain yang lebih bermutu. Apalagi, mereka yang tinggal di desa. Televisi yang bisa ditangkap secara nasional adalah satu-satunya pilihan tontontan. Maka, sesungguhnya apa yang disebut “selera penonton” adalah keterpaksaan masyarakat desa yang tidak punya pilihan tontontan lain selain tayangan buruk itu.

 

Maka, beruntunglah mereka yang berlangganan televisi berbayar sehingga bisa dengan mudah melupakan tayangan-tayangan yang merusak imajinasi dan pikiran. Mereka bisa menonton komedi tanpa bumbu-bumbu bully-membully. Mereka menonton drama tanpa aroma licik-licikan dan gila harta. Anak-anak mereka bisa menikmati tayangan-tayangan yang jelas identitas, kelamin, serta tidak merusak pikiran apalagi pamer kekerasan dan merendahkan manusia.  ****

Koran Tempo, 31 Agustus 2015

Entry filed under: Opini.

Memanusiakan Anak Panggung

2 Komentar Add your own

  • 1. jacoberestejacob  |  September 9, 2015 pukul 3:01 pm

    Seabad Tonggak Sejarah Maha Guru Bangsa Indonesia HOS. Tjokroaminoto Seminar ForJIS :Mengungkap Masalah Lapangan Kerja dan Kesempatan Kerja serta Buruh Indonesia  

    Jakarta, SBSINews–Menyongsong Seabad Tonggak Sejarah Maha Guru Bangsa Indonesia HOS. Tjokroaminoto, Forum Jumat’an Islam dan Sosialisme (ForJIS) DPP Syarikat Islam akan menyelenggarakan Seminar mengungkap beragam Masalah Lapangan Kerja dan Kesempatan Kerja serta Tenaga Kerja Kita. Tidak cukup tersedianya lapangan kerja di Indonesia yang diciptakan pemerintah, indikatornya ditandai oleh marak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencari pekerjaan di luar negeri.

    Tidak terlindungnya angkatan kerja Indonesia oleh pemerintah, tampak dari sulitnya memperleh pekerjaan, dan dibiarkannya serbuan tenaga kerja asing (TKA) masuk Indonesia sehingga implikasinya upah buruh murah di Indonesia semakin dapat ditekan untuk menggaruk keuntungan berlipat bagi pengusaha. Semua masalah angkatan kerja, pengangguran dan pekerja Indonesia berikut lapangan kerja yang tidak cukup tersedia, pada saatnya akan menjadi bom waktu yang siap meledak.

    Inilah beragam masalah perburuhan di Indonesia yang ingin dibedah dalam diskusi dua session yang digelar ForJIS di Indonesia pada Kamis, 10 September 2015 di Aula Tjokro, Jl. Taman Amir Hamzah No. 2 Jakarta Pusat. Pada session pertama diharap tampil  Jumhur Hidayat, Ichsyanuddin Noorsy dan Hanif Dhakiri. Usai rehat sholat dan makan siang, diharap tampil kemudian Sutiyoso, JJ Rizal dan Desmon Junaidi Mahesa. Menurut M. Nur Lapong, masing-masing session akan dipandu oleh Dr. Aji Dedi Mulawarman dan Dr. Safinuddin Al Mandiri. Peserta seminar meliputi Organisasi Buruh, Mahasiswa dan tokoh Ormas  serta LSM maupun kalangan  Aktivis bersama Organisasi Profesi dan Bisnis. Karena menurutnya, semua pihak tersebut berkepentingan terhadap tersedianya lapangan kerja di dalam negeri dan angkatan kerja maupun angkatan kerja yang melimpah di Indonesia. Indikasinya, derasnya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dominan berminat bekerja di luar negeri. Karena itu, sejumlah nara sumber diantaranya Muhamad Jumhur Hidayat, Ichsanuddin Noorsyi, Muhammad Hanif Dhahiri dan Kepada Badan Intelijen Negara Letnan Jendral TNI AD (Purn) serta JJ. Rizal serta Desmon Juanaidi Mahesa diharapkan dapat memaparkan pandangan dan solusi untuk menghadapi serbuan tenaga kerja asal negeri Cina. Muhamad Nur Lapong, selaku Ketua Panitia dan penggagas mengungkapkan dasar pemikiran semnar bertolak dari pernyataan Presiden Jokowi di KTT APEC di Beijing, 8-12 November 2014 meminta negara-negara Asia Pasifik datang dan menanamkan modalnya di Indonesia ditanggapi dengan sangat antusias oleh Cina. Ajakan Jokowi itu langsung direspon oleh pejabat Negeri Cina dengan merancang investasi besar-besaran di Indonesia. Penjajakan investasi itu dikonkritkan oleh Presiden Jokowi lewat kunjungannya ke Beijing pada tgl 25-27 Maret 2015.

    Implikasi dari kerjasama Cina-Indonesia ini, diakuinya dapat dapat menguntungkan Indonesia dengan menarik investasi besar-besaran dari Cina. Namun sebaliknya bisa juga berpotensi merugikan Indonesia terutama memunculkan isu-isu strategis. Sebagai contoh kedatangan buruh migrasi dari Cina yang ditempatkan di Banten dan Papua telah membuat miris publik di tengah tingginya pengangguran di Indonesia. Isu-isu itu sangat sensitif dan bisa membahayakan Indonesia ke depan belum lagi jika dikaitkan tingginya kesenjangan ekonomi dan pendidikan antara penduduk pribumi dan penduduk WNI Cina yang ada saat ini dimana menduduki populasi urutan ke 3 di tanah air. Diungkapkan juga seminar ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan menyambut 100 tahun ide brilyan Hadji Oemar Said Tjokroaminoto sebagai Maha Guru Bangsa Indonesia yang menanamkan pemahaman serta pengertian  tentang zelfbestuur atau self-government — pemerintahan sendiri — sebagai wujud perlawanan terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1916 di Bandung. Untuk konfirmasi kehadiran silahkan kontak Tavinur; 082116766638, Monalisa; 081281027799, Nur Lapong ke :  081242307172. (Jacob Ereste)

    A century of Supreme Master Nations Milestones Indonesia HOS. Tjokroaminoto Seminar ForJIS: Uncovering Issues and Employment Employment and Labour Indonesia

    Jakarta, SBSINews-Milestones Toward A century of Supreme Master Bangsa Indonesia HOS. Tjokroaminoto, Jumat’an Forum Islam and Socialism (ForJIS) DPP Islamic Union will hold a seminar to uncover a variety of Problems of Employment and Employment and Labor Kita. The unavailability of jobs created by the government in Indonesia, the indicator is characterized by rampant Indonesian workers (TKI) who are looking for jobs abroad.

    Indonesian labor force is not sheltered by the government, it appears from the difficulty memperleh work, and let the invasion of foreign workers (TKA) entered Indonesia so that its implications cheap labor in Indonesia increasingly be pressured to scratch the multiple benefits for employers. All the problems of the labor force, unemployment and Indonesia following workers are not enough jobs available, the time will be a time bomb ready to explode.

    Here’s a variety of labor issues in Indonesia who want dissected in two discussion sessions were held ForJIS in Indonesia on Thursday, September 10, 2015 in the Hall Tjokro, Jl. Taman Amir Hamzah No. 2 Central Jakarta. In the first session is expected to appear Jumhur Hidayat, Ichsyanuddin Noorsy and Hanif Dhakiri. After prayers and a lunch break, is expected to appear later Sutiyoso, JJ Rizal and Desmond Junaidi Mahesa. According to M. Nur Lapong, each session will be guided by Dr. Aji and Dr. Dedi Mulawarman Safinuddin Al Mandiri. Participants included Labour Organization, Students and leaders of NGOs and CBOs as well as among activists with the Organization of Professional and Business. Because according to him, all the parties concerned about the availability of jobs in the country and work force and the labor force is abundant in Indonesia. The indication, swift Indonesian workers (TKI) dominant interested in working abroad. Therefore, a number of sources including Mohammed Jumhur Hidayat, Ichsanuddin Noorsyi, Muhammad Hanif Dhaheri and To the State Intelligence Agency Lieutenant General of the Army (Ret) and JJ. Rizal and Desmond Juanaidi Mahesa expected to explain the views and solutions to face the invasion of domestic workers from China. Muhamad Nur Lapong, as Chairman of the Committee and the originator of revealing the rationale semnar Jokowi departed from the President’s statement at the APEC summit in Beijing, 8-12 November 2014 asking the Asia-Pacific countries to come and invest in Indonesia was met with great enthusiasm by the Chinese. Jokowi invitation was a direct response by the Chinese State officials to design the massive investment in Indonesia. The investment assessment dikonkritkan by President Jokowi through his visit to Beijing on June 25-27 March 2015.

    Implications of China-Indonesia cooperation, the recognition may be beneficial for Indonesia to attract massive investment from China. But the opposite could also potentially harm Indonesia especially raises strategic issues. For example, the arrival of the migration of Chinese workers are placed in Banten and Papua have made public sad amid high unemployment in Indonesia. Issues that are very sensitive and could harm Indonesia ahead yet again if it is linked to high economic and educational gap between natives and Chinese citizen population that exists today where the population occupying the rank 3 in the homeland. Disclosed are also seminar is part of a series of activities welcomed the 100 years the idea brilliant Hadji oemar said tjokroaminoto as Supreme Master Indonesian people who instill understanding and understanding of zelfbestuur or self-government – self-government – as a form of resistance against Dutch colonial rule in 1916 in Bandung. To confirm attendance please contact Tavinur; 082116766638, Monalisa; 081281027799, Nur Lapong to: 081242307172. (Jacob Ereste)

    Balas
  • 2. gorden khusus rumah sakit  |  Maret 12, 2019 pukul 1:34 am

    Thank yߋu, I’νe гecently Ƅeеn searching for informati᧐n abоut tһiѕ topic foг ages ɑnd yourѕ is the bеst I’ve foսnd oᥙt tilⅼ now.
    But, what cοncerning the bottom ⅼine? Are you cеrtain in regards tօ the supply?

    Balas

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


http://novelweton.co.cc

INI BUKU SAYA, BACA YA…

Image and video hosting by TinyPic NOVEL TERBARU

Novel Nawang bercerita tentang perjuangan hidup seorang perempuan. Tokoh novel ini lahir dalam keluarga yang penuh gejolak. Ia ingin mendobrak sejumlah kebiasan di kampungnya yang dianggap membuat perempuan tidak maju dan hanya puas menjadi ibu rumah tangga. Novel seharga Rp 35 ribu ini bisa didapatkan di toko-toko buku, seperti Gramedia, Gunung Agung, toko-toko buku online atau langsung ke Penerbit dan Toko Buku Republika penerbit di Jalan Pejaten Raya No. 40 Jati Padang Jakarta Selatan Telp. 021-7892845 dan faks 021-7892842.

NOVEL SEBELUMNYA

Novel Perempuan Mencari Tuhan karya Dianing Widya Yudhistira ini bercerita tentang reinkarnasi dan keresahan seorang perempuan dalam mencari Tuhan. Novel ini dapat diperoleh di toko buku terdekat, toko buku online, atau langsung ke penerbit dan toko buku Republika di Jalan Pejaten Raya No. 40 Jati Padang Jakarta Selatan Telp. 021-7892845 dan faks 021-7892842.



Novel Sintren masuk lima besar Khatulistiwa Award 2007. Novel karya Dianing Widya Yudhistira bercerita tentang seni tradisi Sintren yang makin hilang. Novel ini sekaligus menyuguhkan drama yang menyentuh: perjuangan seorang perempuan, pentingnya pendidikan dan potret kemiskinan yang kental di depan mata. Selain di toko buku dan toko buku online, juga dapat diperoleh di Penerbit Grasindo.

ARSIP

KALENDER

September 2015
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930  

TELAH DIBACA

  • 130.642 kali

Kategori