Ditraktir Fira
Agustus 26, 2010 at 5:11 am Tinggalkan komentar
SEBELUMNYA tak pernah saya duga jika kelak Maghfira Meutia Dewi mampu menulis cerpen. Ketika kelas dua SD dia memang sudah menunjukkan minat di bidang seni. Mulanya dia suka menulis puisi dan menggambar. Untuk puisi saya tak menemukan, jika Fira punya bakat di situ. Saya pun tak begitu respek ketika dia mulai menulis puisi. Fira tampaknya sangat berminat, akhirnya pelan-pelan saya beri dia masukan soal tema-tema yang bisa diangkat dalam membuat puisi. Lagi-lagi Fira seperti tak menunjukkan bahwa tulisannya adalah puisi.
Beberapa kali Fira mencoba mengirim ke media ternama di Koran nasional, tetapi beberapa kali juga tak dimuat. Akhirnya dia memutuskan sendiri untuk tidak mau mengirim puisi lagi ke media. Ia mencoba menggambar. Beberapa kali dia mengirimkan karyanya ke majalah anak, tetapi tak satu pun dimuat. Dia mutung lagi, nggak mau mengirim lukisannya dan berhenti menggambar.
Suatu ketika saya diminta sama Fira untuk membaca cerpen-cerpennya. Saya menautkan kening. Nulis puisi saja tak bisa, minta di baca karyanya berupa cerpen.Tak tanggung-tanggung sepuluh cerpen. Saya iyakan saja permintaannya, tetapi tak langsung membacanya, hingga suatu malam ketika saya jenuh menulis, saya iseng membaca cerpen-cerpen Fira yang sudah mengendap entah beberapa hari. Sungguh saya terkejut, terharu, tak percaya cerpen itu tulisan si sulung.
Saya memilih membacanya tanpa menambah apalagi merubah bahasa agar alur cerita lebih menarik. Saya hanya memberikan masukan soal tanda baca yang benar. Alhamdulillah Fira termasuk anak yang cepat mengerti. Bagi saya perjalanan seorang penulis, akan ditentukan oleh kecerdasan dia dalam berkarya. Orangtua hanya berhak membaca dan memberi masukan. Biarkan anak menemukan gaya penulisannya sendiri.
Usai membaca ke sepuluh cerpen Fira, Fira ingin karyanya dikirim ke DAR Mizan (KKPK) . Alhamdulillah mendapat sambutan bagus oleh penerbit Mizan. Ke sepuluh cerpen itu terangkum dalam kumpulan cerpen Liontin Amery yang terbit Mei 2010 lalu, dan dicetak ulang Juli 2010.
Sudah menjadi tradisi bagi Fira, selalu berbagi jika punya uang dari honor tulisannya. Setelah mampu membeli ponsel dari penghasilannya sendiri beberapa waktu lalu. Royalti pertamanya dengan senang berujar. “Kita buka puasa nanti, Fira yang traktir Bun.”
Kami menyambut dengan senyum. Di minggu pertama puasa, kami sekeluarga berbuka di kawasan Cikini dengan ditraktir Fira. Terimakasih Fira. Semoga kelak mampu menjadi penulis yang cerdas dan jujur.
Entry filed under: Dibalik Liontin Amery.
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed