Hak Azazi Anak
Oktober 9, 2008 at 8:07 am 2 komentar
Terdengar salam ketika saya hendak menyiapkan makanan kecil buat anak-anak. Ternyata Mbak In. Seperti biasa senyumnya mengembang. Kali ini plus dengan kalimat maaf memaafkan. “Sama-sama ya Mbak kadang dalam canda kita tak sengaja melukai perasaan Mbak In.” “Ups saya yang sering merepotkan sampeyan Jeng, suka curhat, suka marah-marah sama sampeyan karena berita-berita di televisi. Habis mau marah-marah sama siapa? Orang yang enak diajak ngobrol sampeyan.”
Dalam hati saya ge-er. Mudah-mudahan ucapan Mbak In ungkapan yang jujur.
Tak lama kemudian Mbak In cerita kalau ia baru saja balik dari kampung halaman suaminya yang ada di Jawa. Melalui pantura jalanan dilanda macet berat. Ia dan suami rupanya tak setia pada rencana semula. Inginnya pulang dua hari sebelum lebaran, tetapi anak-anak dan ia sendiri sudah pengen cepat-cepat mudik. Berangkatlah mereka minggu dini hari pukul satu, baru sampai pukul 20.00. Meskinya sebelum azan zuhur bergema mereka sudah sampai.
“Ada yang miris Jeng, dari sekian mobil pribadi sepeda motorlah yang merajai jalanan. Sampai-sampai mereka mengambil bagian kanak, yang semeskinya untuk arah berlawanan. nggak teratur banget.” Saya mengangguk-angguk. Pelan-pelan wajahnya muram. Cukup lama Mbak In terdiam. “Kenapa Mbak?” tanya saya cemas. Mbak In menatapku. “Banyak anak-anak diajak mudik dengan sepeda motor. Yang sulung duduk didepan bapaknya, yang satu duduk ditengah, berhimpitan di bawah terik matahari. Bayangkan tak sedikit dari mereka adalah balita, yang meskinya dilindungi hak azazinya. Bukan dipanas-panaskan demi ambisi pulang kampung. Kalaupun ingin pulang akan lebih bijak naik bus atau kereta api to Jeng.” Saya mengangguk-angguk lagi. ” Mungkin mereka tak punya uang cukup untuk naik bus atau kereta api, Mbak.”
Mbak tampak menelan ludah. “Tetapi Jeng, memaksa anak-anak naik sepeda motor sejauh kurang lebih tiga ratus kilo meter apakah bukan pelanggaran terhadap mereka? Sudah waktunya pemudik sepeda motor ada peraturannya kok Jeng. Salah satunya melarang membawa anak-anak mudik dengan sepeda motor. Setuju kan Jeng.” “Ya Mbak, saya setuju.”
Dianing WY
Entry filed under: Catatan.
2 Komentar Add your own
Tinggalkan Balasan ke dianing Batalkan balasan
Trackback this post | Subscribe to the comments via RSS Feed
1. umybilqis | Oktober 10, 2008 pukul 5:41 am
saya juga prihatin melihat pemandangan tersebut…
apalagi kalo anaknya masih sangat kecil..bahkan lebih kecil dari anak saya. kemarin saya mudik dengan anak saya memakai jasa kereta eksekutif saja si bilqis masih sering bosan dan keliatan kecapekan. bagaimana anak kecil batita yang diajak mudik berpuluh jam di atas sepeda motor??pasti kalau bisa protes, mereka akan protes..
😦
2. dianing | Oktober 10, 2008 pukul 7:27 am
Ya Mbak, sayangnya orangtua tuh kadang egois. Mudah-mudahan kita bukan termasuk orangtua yang egois ya, tetapi selalu melibatkan anak dalam mengambil keputusan apapun. Salam.